18/11/15
Dear
curahan hatiku, malam ini tetesan air hujan telah turun menyelimuti kota tempat
ku berpijak. Hembusan angin semilir menggerogoti tubuhku ini, perlahan-lahan ku
pandangi langit dai jendela kaca rumah sepupuku. Tempat dimana sepupuku seumuran
dengan umurku saat ini. Sepupuku memiliki seorang adik perampuan yang masih
duduk dikelas 1SMA.
Adiknya
terbilang cukup pintar, selalu mendapatkan peringkat tiga besar. Ibu dari
sepupuku bekerja sebagai tukang ojeg dan membuka warung kecil-kecilan. Atau di
Minangkabau disebut dengan “lapau”. Lapau tempat dimana masyarakat Minangkabau
berkumpul bermain Koa, domino, atau bahkan tempat saling memberi informasi.
Kehidupan
sepupuku sederhana, ia sekarang menjaalani perkuliahan disalah satu
untufersitas, dan saat ini sudah memeasuki semester tiga. Hal yang membuatku
bangga dengan sepupuku adalah saat ia ingin kuliah dengan usahanya sendri. Mulai
dari tamat SMK dia bekerja jadi pramusaji, hingga membantu kadai ibunya. Ia pandai
membagi waktu untuk hidupnya, mulai dari kuliah hingga ia bekerja. Sungguh sebagai motivasi untuk diriku,
wanita-wanita perkasa yang tak kenal menyerah untuk masa depan.
Lalu
bagaimana dengan ayah? Apakah dia tidak memiliki ayah? Apakah ayahnya masih
ada?. Akuterlalu bangga dengan sepupuku hingga lupa menceritakan ayahnya. Tentu
dalam sebuah keluarga memiliki sosok ayah, tetapi dalam keluarga ini aku memang
hanya melihat sosok ayahnya hanya dalam KTP atau surat nikah saja. Bagaimana aku
mengatakan demikian? Bahwa ayah hanya sosok dalam surat nikah saja.
Ketika
aku melihat rintik hujan dari dalam jendela, aku mendengarkan sayup-sayup suara
orang sedang berbincang. Seperti suara laki-laki sedang melakukan percakapan di
via tlf dengan sesorang. Karena penasarannya aku, lalu aku dekati asal suara
tersebut, tak salah lagi itu merupakan suara ayah dari sepepuku. Sebaenarnya tidak
ada rasa curiga disaat aku tau bahwa itu ayah dari sepupuku, tetapi yang
membuat jantungku berdetak disaat aku mendengar suara wanita terdengar jelas
dari dalam tlf. Kebetulan saat itu ia memakai hp produk dari cina yang memiliki
pengeras suara yang besar.
Aku
hanya diam sejenak, lalu aku kembali kebangku tempat aku melihat hujan
sebelumnya. Tidak lama dari kejadian tersebut sepupuku mendatangiku, lalu ia
bertanya padaku apa yang sedang ku lakukan. Sontak aku merasa gugup, tapi aku
tidak menginginkan sepupuku tau kebenarannya. Aku tidak ingin sepupuku yang
baik tadi mengetahui kebenaran yang baru ku temukan tadi. Jelas saja aku
menghilangkan kepanikanku dan bercerita-cerita bagaimana dengan perkuliahannya.
Kami bercerita hingga tak tau waktu, al hasil mata kami berdua sudah menolak
untuk kompromi, lalu ia mengajakku untuk segera tidur.
Setelah
aku selesai cuci muka, gosok gigi lalu aku merebahkan badanku. Tetapi belum
sempat aku memejamkan mataku, sepupuku
yang terlihat baik-baik saja memberikan kebenaran yang aku sendiri tak ingin
mengetahuinya. Ia menceritakan bahwa ayahnya telah memiliki simpanan dan
bermain dibelakang ibunya. Betapa kaget diriku, selama ini aku tidak pernah
melihat kakak sepupuku terguncang seperti itu. Ia memikirkan bagaimana dengan
perasaan ibunya seandainya ayahnya memang tertangkap basah dengan wanita lain.?
Aku
hanya terdiam dan memukul pundak sepupuku dan mengatakan sabar mungkin ini
cobaan, lalu aku mengajak sepupuku istirahat dan merileks kan badannya. Mataku memang
tertutup tetapi htiku bertanya-tanya pada diriku sendiri, bagaimana jika
posisiku ada diposisinya? Lalu apakah akuakn bisa mendengar seseorang berkata
SABAR INI ADALAH COBAAN. Akupun tak tau apakah aku memiliki ketabahan yang
besar seperti sepupuku?
Ayah
yang seharusnya mendidik dan melindungi anak perempuannya disaat ia tumbuh
dewasa. Akan tetapi berbanding sebaliknya, dengan alasan yang pasaran bahwa
mereka sedang puber ke dua. Apakah diaat puber ia melupakan kekasihnya yang
dahulu mencintai dya? Melupakan kedua buah hatinya?melupakan betapa berharganya
menjadi seorang ayah?
No comments:
Post a Comment