Saturday, November 21, 2015

masih sama

22/11/2015
Dear curahan hatiku untuk jiwa yang sendu.
Hari ini adalah hari pertamaku di Ibu kota, kota Jakarta yang kata orang kota metropolitan. Banyak orang beranggapan bahwa kejamnya ibu tiri lebih kejam lagi ibu kota. Jakarta, ya jakarta kota metropolitan tempat seorang anak perempuan menaruh sejuta harpan. Awan yang berwarna biru masih sama seperti awan kemarin yang ku lihat di Ranah Minangkabau. circauan burungpun masih sama terdengar seperti yang ku dengar disaat kemarin.
Bersama takbir azan subuh ku menaruhkan harapanku, dengan bersujud kepadamu yang halik. Aku panjatkan segala doa ku, mungkin aku memang tak pantas untuk meiminta lebih padamu. Aku hanya meminta padamu iklaskan diriku disini tenangkanlah fikiranku dan tuntunlah langkah kakiku.
Hari ini aku berharap memiliki sepercik kebahagian, setelah selesaiku bersujud lalu aku turun kebawah. Perlahan menghitung anak tangga yang ku turuni, langkahku masih terasa berat dan tersandat. Hingga hari ini aku masih belum tau kemana dan bagaimana arah hidupku. Setelah selesai aku membereskan bongkahan piring kotor yang ada dibawah dan membersihkan rumah. Aku melihat sesosok wajah, wajah yang aku kenali. Ia aku memang mengenali wajah tersebut ia adalah wajah kakak ku yang sedang terfokus melihat laptop.
Kakaku terfokus pada laptop, ntah dia sedang memikirkan sesuatu atau sedang mencari sesuatu di laptop tersebut. Sebenarnya aku masih merasa bersedih setelah kepergianku meninggalkan Sumatra barat. Tetapi mau dikatakan apalagi semua harus aku jalani  dengan ikhlas dan sabar. Mulai hari ini apa yang akan terjadi pada diriku akan ku rasakan sendiri tanpa mereka harus tau.

Pagi ini hanya pesan singkat dari sang kekasih membuat aku merasa setidaknya masih ada diantara mereka yang mengerti akan rasa sendu ini. Ucapan “ selamat pagi sayank” membuatku merasa dia akan tetap ada disisi walaupun jarak yang memisahkan.

terbangku bersma hatimu

21/11/2015
Dear curahan hatiku untuk hati yang sendu.
Hari ini aku tau seberapa besar perngorbanan untuk sebuah hubungan berkasih. Sedih itu pasti! Tak terelakkan lagi walau bagaimanapun perpisahan akan datang. Seberapa besar kerasnya ku mengulur-ulur waktu, seberapa kuatnya ku mempertahankan agar jam tak berputar teapi tak dapat kuasaku untuk melawan dan menghentikan waktu yang terus berputar seakan setiap detik terasa membunuhku.
Bagiku dihari ini setiap detik bersamamu sangat berarti dan tak pernah ada yang dapat membeli dengan materi.bahkan memandang wajahmu dalam satu detik akan menjadi cerita yang akan ku tulis dalam perjalanan hidup. Karena kau dapat membuat nafas ku lebih berarti walaupun dalam hitungan detik.
Hari ini 21 November tlah ku ikrarkan bahwa perjuangan sebuah hubungan memang begitu berat. Aku yang merasakan, hatiku yang melukiskan kesedihan diiringi air mataku ini.  Aku tau kau merassakan hal yang sama, bukan hanya karena aku kepedan. Aku bisa merasakan betapa kerasnya kau menyembunyikan linangan air matamu.
Hari ini, kau menjemputku didepan rumahku,  selalu memalingkan pandangan mu ketika aku menatapmu. Aku tau diam-diam kau memperhatikanku. Senyuman kecil diwajahmu menandakan betapa kerasnya kau berusaha menyembunyikan tangisan besar dihatimu.

Hari ini ketika penerbanganku segera berangkat, kau hantarkan aku kedepan pintu perpisahan. Senyuman dibibirmu takkan bisa memanipulasi bola matamu yang berkaca-kaca. Dandisaat aku masuk beberapa langkah aku menoleh kebelakang, kau pun masih tetap berdiri di depan pintu yang ku tinggalkan. Taukah kau? Saat aku menoleh aku memang berharap kau selalu memperhatikanku. Memperhatikan ku bahkan disaat langkahku menjauh. Andaikan kau tau bahwa ketika aku melangkah dan menoleh, aku benar-benar ingin merangkul dan memelukmu shingga menjadi perpisahan yang termanis.

Wednesday, November 18, 2015

apakah menjadi seorang AYAH berharga??

18/11/15
Dear curahan hatiku, malam ini tetesan air hujan telah turun menyelimuti kota tempat ku berpijak. Hembusan angin semilir menggerogoti tubuhku ini, perlahan-lahan ku pandangi langit dai jendela kaca rumah sepupuku. Tempat dimana sepupuku seumuran dengan umurku saat ini. Sepupuku memiliki seorang adik perampuan yang masih duduk dikelas 1SMA.
Adiknya terbilang cukup pintar, selalu mendapatkan peringkat tiga besar. Ibu dari sepupuku bekerja sebagai tukang ojeg dan membuka warung kecil-kecilan. Atau di Minangkabau disebut dengan “lapau”. Lapau tempat dimana masyarakat Minangkabau berkumpul bermain Koa, domino, atau bahkan tempat saling memberi informasi.
Kehidupan sepupuku sederhana, ia sekarang menjaalani perkuliahan disalah satu untufersitas, dan saat ini sudah memeasuki semester tiga. Hal yang membuatku bangga dengan sepupuku adalah saat ia ingin kuliah dengan usahanya sendri. Mulai dari tamat SMK dia bekerja jadi pramusaji, hingga membantu kadai ibunya. Ia pandai membagi waktu untuk hidupnya, mulai dari kuliah hingga ia bekerja.  Sungguh sebagai motivasi untuk diriku, wanita-wanita perkasa yang tak kenal menyerah untuk masa depan.
Lalu bagaimana dengan ayah? Apakah dia tidak memiliki ayah? Apakah ayahnya masih ada?. Akuterlalu bangga dengan sepupuku hingga lupa menceritakan ayahnya. Tentu dalam sebuah keluarga memiliki sosok ayah, tetapi dalam keluarga ini aku memang hanya melihat sosok ayahnya hanya dalam KTP atau surat nikah saja. Bagaimana aku mengatakan demikian? Bahwa ayah hanya sosok dalam surat nikah saja.
Ketika aku melihat rintik hujan dari dalam jendela, aku mendengarkan sayup-sayup suara orang sedang berbincang. Seperti suara laki-laki sedang melakukan percakapan di via tlf dengan sesorang. Karena penasarannya aku, lalu aku dekati asal suara tersebut, tak salah lagi itu merupakan suara ayah dari sepepuku. Sebaenarnya tidak ada rasa curiga disaat aku tau bahwa itu ayah dari sepupuku, tetapi yang membuat jantungku berdetak disaat aku mendengar suara wanita terdengar jelas dari dalam tlf. Kebetulan saat itu ia memakai hp produk dari cina yang memiliki pengeras suara yang besar.
Aku hanya diam sejenak, lalu aku kembali kebangku tempat aku melihat hujan sebelumnya. Tidak lama dari kejadian tersebut sepupuku mendatangiku, lalu ia bertanya padaku apa yang sedang ku lakukan. Sontak aku merasa gugup, tapi aku tidak menginginkan sepupuku tau kebenarannya. Aku tidak ingin sepupuku yang baik tadi mengetahui kebenaran yang baru ku temukan tadi. Jelas saja aku menghilangkan kepanikanku dan bercerita-cerita bagaimana dengan perkuliahannya. Kami bercerita hingga tak tau waktu, al hasil mata kami berdua sudah menolak untuk kompromi, lalu ia mengajakku untuk segera tidur.
Setelah aku selesai cuci muka, gosok gigi lalu aku merebahkan badanku. Tetapi belum sempat aku memejamkan mataku,  sepupuku yang terlihat baik-baik saja memberikan kebenaran yang aku sendiri tak ingin mengetahuinya. Ia menceritakan bahwa ayahnya telah memiliki simpanan dan bermain dibelakang ibunya. Betapa kaget diriku, selama ini aku tidak pernah melihat kakak sepupuku terguncang seperti itu. Ia memikirkan bagaimana dengan perasaan ibunya seandainya ayahnya memang tertangkap basah dengan wanita lain.?
Aku hanya terdiam dan memukul pundak sepupuku dan mengatakan sabar mungkin ini cobaan, lalu aku mengajak sepupuku istirahat dan merileks kan badannya. Mataku memang tertutup tetapi htiku bertanya-tanya pada diriku sendiri, bagaimana jika posisiku ada diposisinya? Lalu apakah akuakn bisa mendengar seseorang berkata SABAR INI ADALAH COBAAN. Akupun tak tau apakah aku memiliki ketabahan yang besar seperti sepupuku?

Ayah yang seharusnya mendidik dan melindungi anak perempuannya disaat ia tumbuh dewasa. Akan tetapi berbanding sebaliknya, dengan alasan yang pasaran bahwa mereka sedang puber ke dua. Apakah diaat puber ia melupakan kekasihnya yang dahulu mencintai dya? Melupakan kedua buah hatinya?melupakan betapa berharganya menjadi seorang ayah?

Monday, November 16, 2015

apakah adat akan bertanggung jawab akan kesedihanku

Mungkin orang-orang mengatakan bahwa aku hanya mengikuti arus zaman sekarang. orang bercerita di blogger akupun ikut-ikutan. tetapi dalam blogger inilah aku dapat bercerita dan membagi kisah-kisahku dan berharap bisa menjadi pelajaran bagi orang-orang. aku tidak mengigninkan ketnaran dari semuannya aku hanya ingin mengurangi bebeanku dengan menulis, blogger sebagai catatan harian ku.



Adaik nan basandi nan kasarak, sarak basandi kakitabullah. Sarak bakato yo mamak adaik mamakai alunan hiduik yo kandung rang minangkabau. Tidak dapat kupungkiri bahwasanya aku merupakan keturunan dari orang Minangkabau, masyarakat umum menyebutnya dengan sebutan “urang awak”. Kedua orangtuaku asli dari masyarat Minangkabau, Daerah berbeda karakternyapun berbeda. Sama seperti pepatah Minangkabau, “Lain lubuak lain ikannyo”. Tapi itu bukanlah hal yang penting untukku dulu, sebelum aku menginjakkan kaki ku di Ranah Minangkabau. Waktu itu aku tidak dapat mencerna setiap arti dalam kalimat-kalimat petuah  tersebut.
Aku adalah seoarang anak yang buta akan adat, ya dapat dikatakan seperti itu. Aku dibesarkan dari keluarga yang memang asli Minangkabau, akan tetapi aku lahir di rantau orang yang sudah terlalu jauh meninggalkan adatnya. Dari kecil aku berbaur dengan lingkunang yang berbeda suku dariku seperti suku Jawa,Sunda,Lampung, bahkan Cina. Aku tidak mengenal yang namanya mata pelajaran BAM (budaya alam minangkabau).Karena di rumah orangtuaku selalu berbahasa Indonesia.
Hal yang aku rasa Pertama aku menginjakan kakiku di Alam Minangkabau seperti di surga. Sekeliling ku pandangi yang kutemukan hanya pemandangan yang indah, sawah, pepohonan,orang yang ku temukan mereka begitu ramah. Sesuatu yang tidak dapat ku temukan di tempat kelahiranku. Ya mungkin saja aku terlalu berlebihan dalam mengatakan bahwa alam Mninangkabau adalah surga, itu menurut pendapatku ketika pertama kali aku menginjakan kakiku di Minangkabau. saat itu aku berjanji dalam diriku sendiri bahwa aku ingin tinggal di Minangkabau.
Akhirnya keinginanku terpenuhi setelah aku tamat dari sekolah menengah atas, aku ingin melanjutkan sekolahku kejenjang yang lebih tinggi. Aku diterima disalah satu unifersitas Negri di Padangpanjang. Padangpanjang yang kata orang adalah serambi mekah, kota dimana tempat para tokoh ternama melanjutkan pendidikannya seperti Buya Hamka, Msyafe’i dan yang lainnya.
Kapasitasku yang kosong tentang Minangkabau menjadi dasarku melanjutkan perkuliahan di Padangpanjang. Aku ingin tau tatacara hidup,bermasyarakat, aturan –aturan di Minangkabau, aku ingin menerapkan pituah-pituah Minangkabau dalam kehidupanku. Aku ingin menjawab semua pertanyaan yang ada didalam diriku tentang Minangkabau. dimana adatnya yang tak lekang dimakan zaman dan lapuk karena hujan.
Aku merasa bangga menjadi orang Minang, dimana wanita memang sangat dijunjung tinggi seperti panutannya  Bundo Kandung. Tetapi ada beberapa hal yang bertentangan dalam diriku tentang adat di Minangkabau. Pernah aku mendengar tentang SALISIAH ADAIK. Salisiah adaik pernah menjadi salah satu ujian anak jurusan TV di ISI Padangpanjang. Kisah itu menceritakan antara dua pasang kekasih yang berbeda daerah antar daerah Pariaman dan Payakumbuah.
Adat di Pariaman bahwa anak lelaki atau marapulai, harus dibeli oleh anak wanita atau anak daro. Sedangkan adat di Payakumbuh tidak mengenal hal demikian, jika ingin menikah anak laki-laki harus dibeli atau ditebus. Ketika aku melihat film tersebut sangatlah menyentuh. Apakah adat tidak dapat diberikan toleransi? Memisahkan sepasang kekasih karena sama-sama berdiri tegak menurut adatnya masing-masing? Tidakkah merasa iba dengan mereka yang saling sayang hingga tidak dapat bersatu karena adat. Apakah yang membuat aturan tidak pernah tau rasanya sakit bercerai kasih?

 Lalu bagaimana dengan ku? Aku yang lahir dirantau orang, dan orang tuaku lahir diranah minangkabau yang penuh dengan adat. Saat ini aku sedang menjalin kasih dengan seseorang yang asli orang pariaman. Apakah film yang diproduksi oleh salah seorang mahasiswa ISI tersebut menjadi kenyataan dengan diriku? Keluarga dari kekasihku orang yang melek akan adat, sedangkan diriku hanya orang perantau yang menimba ilmu di tanah Minangkabau. Bahkan ketika aku sudah di negri Minangkabau aku bertanya apa itu kesenian randai kepada orangtuaku, mereka hanya diam dan menggelengkan kepalanya.
Hari ini ketika aku diundang oleh orangtua dari kekasihku untuk menghadiri pernikahan adiknya orang tuaku melarang, mengatakan bahwa itu melanggar adat. Lalu adat apa yang aku langgar? Adat di Pariamankah, adat disolok, dipesisirkah atau adat di rantau orang?. Apakah ada larangannya ketika seseorang ingin menyambung silaturahmi kesesama manusia? Menghadiri pernikahan apakah itu melanggar adat? Lalu dimana letaknya aturan adat ketika Mamak tidak mendidik keponakannya? Apakah itu tidak melanggar adat?
Ada saat aku berbincang-bincang dengan kedua orangtuaku membahas tentang hubunganku dengan kekeasihku. Ayah ku berkata jika aku ingin lanjut dengan pacarku kejenjang lebih serius orang tuaku tidak akan pernah setuju. Jika mereka harus mengeluarkan uang untuk memberi jemputan, ia lebih baik membeli ternak untuk di beli bisa menghasilkan uang. Lalu bagaimana dengan perasaanku? Apakah mereka tidak perduli? Lalu bagaimana dengan adat yang mengikat? Apakah mereka akan bertanggung jawab untuk kesedihanku?