TEATER BUKAN HANYA AKTING
Abstrak: Teater awalnya berasal dari teater
premitif, Zaman di mana masih mempercayai roh-roh. Tapi menurut kamus Besar Bahasa
Indonesia teater itu gedung pertunjukan ,panggung sandiwara. Jika kita
menelusuri lebih dalam, teater itu adalah cerminan dari kehidupan. Karena teater
kehidupan yang hidup bukan hanya berakting. Teater bercermin dari kehidupan
,naskah yang dimainkan diatas panggung realita dari kehidupan pada manusia.
Teater adalah fenomena sosial, karena teater mempresentasikan suatu sosial yang
melibatkan aktor didalamnya serta unsur-unsur teater lainnya.
Kata kunci: Teater;akting
- Latar belakang
Teater
awal mulanya bersal dari kepercayaan nenek moyang zaman dahulu terhadap mitos
roh-roh. Sehingga dahulu teater digunakan pada saat pemujaan, menirukan
gerak-gerak binatang, suara binatang. Sebab itulah manusia dari zaman dahulu
hingga kini, perkembangannya dengan cara meniru apa yang sudah mereka lihat.
Melalui pengalaman hidup dan dikembangkan lewat ekspresi tubuh. Cerita yang
dimainkan dalam teater dapat berupa cerita tragedi komedi, melodrama, romantik
dan satire.
Seni
teater merupakan bagian dari seni pertunjukan yang sangat lengkap semuanya
terkumpul dalam nilai estetis. Teater dengan naskah lakon yang akan
dipertunjukan mempunyai tujuan. Penonton di buat takjub melihat dan mendengarkan. Pertunjukan yang dilaksanakan
harus memiliki unsur-unsur teater seperti naskah, pentas, pemain, sutradara dan
penonton. MenurutYoyo.C.Durachman, teater adalah ibarat sebuah gedung dimana
tempat para aktor mementaskan sebuah drama dan ditonton oleh orang banyak.[1]
Teater bukan hanya sebuah pertunjukan atau
kesenian tapi teater cerminan dari kehidupan yang kita mainkan diatas panggung
yang besar, kemudian kita pindahkan kesebuah panggung yang kecil dan ditonton
oleh banyak penonton. Teater sebuah kehidupan yang langsung tidak ada rekaman,
dalam artian habis pada saat itu saja. Teater pun tidak hanya menggunakan
bahasa verbal yang disampaikan diatas pentas.
Tetapi
teater juga menggunakan bahasa non verbal dalam setiap pertunjukan, bahasa non
verbal itu bisa melalui symbol atau cahaya atau bahkan warna. Baik dari mimik
wajah, maupun dari gesture seorang tokoh yang sedang bermain diatas panggung.
Teater menceritakan kisah dari kehidupan yang ada bermain secara realita.
Teater ibarat laboraturium kehidupan, Teater adalah salah satu bentuk kegiatan manusia
yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatakan
dirinya yang diwujutkan dalam suatu karya seni suara, bunyi dan rupa yang
dijalin dalam cerita pergulatan kehidupan manusia itu sendiri.
Pembahasan
TEATER BUKAN HANYA AKTING
Selama
ini banyak orang yang menilai dan berasumsi bahwa teater itu adalah kebohongan.
Mereka mengira bahwa di dalam teater hanya ber acting. Padahal mereka sendiri tidak mengetahui tentang akting itu
sendiri. Teater tidak dapat dipisahkan dari kehidupan nyata,jika memang teater
hanya kebohongan yang dilakukan diatas panggung, bagaimana dengan kehidupan
nyata yang sering kita lakukan.
Dalam kehidupan nyata teater terlihat saat
melaksanakan upacara-upacara keagamaan, dalam upacara –upacara adat. Di dalam
itu terdapat unsur-unsur teater yang terlihat. Teater itu berasal dari kepercayaan
nenek moyang zaman dahulu terhadap roh-roh lalu mereka mengikuti gerak-gerak
binatang dan menarikan serta memainkan tingkah laku objek yang mereka lihat
itu.
Berasal dari nyanyian untuk menghormati seorang
pahlawan dikuburannya. Dalam acara ini seseorang mengisahkan riwayat hidup sang
pahlawan yang lama kelamaan diperagakan dalam bentuk teater. Berasal dari
kegemaran manusia mendengarkan cerita. Cerita itu kemudian juga dibuat
dalam bentuk teater kepahlawanan, perang, dan lain sebagainya. Berasal dari
nyanyian untuk menghormati seorang pahlawan di kuburannya. Dalam acara ini
seseorang mengisahkan riwayathidup sang pahlawan yang lama kelamaan diperagakan
dalam
bentuk
teater.Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita lalu
kemudian
juga dibuat dalam bentuk teater.
Pada zaman realisme yang lahir pada
penghujung abad ke 19, dapat dijadikan landasan pacu lahirnya seni teater
modern. Penanda yang paling kuat saat itu adalah ketika timbulnya gagasan untuk
mementaskan lakon kehidupan di atas pentas dan disajikan seolah peristiwa itu
terjadi secara nyata. Gagasan ini melahirkan konvensi baru dan mengubah
konvensi lama yang lebih menampilkan seni teater sebagai sebuah pertunjukan
yang memang dikhususkan untuk penonton. Tidak ada lagi
pamer
keindahan bentuk akting dan puitika kata-kata dalam Realisme. Semua ditampilkan
apa adanya seperti sebuah kenyataan kehidupan.
Menurut Suyatna Anirun akting adalah kehidupan
yang selalu mengaju pada tempat ia ditampilkan.[2]
Bahkan didalam realita kehidupan kita bisa melakukan acting pada saat kapanpun tanpa kita sadari. Karena akting meliputi
gerak,atau perbuatan yang dilakukan pelaku. Akting meliputi mimik,dan dialog.
Menurut Konstantin Sergeyevich Stanislavski
di saat kita berakting kita menjadi
grogi atau takut menghadapi kamera, penonton, dan scenario. Pada dasarnya
manusia hanya takut di tonton oleh orang. Bagaimana menyiasati hal tersebut:
Jangan berfikir negatif tapi berfikirlah positif. Perbanyaklah improvisasi
karena dengan kita improvisasi mengurangi rasa takut kita. Jalankan sesuai
dengan scenario. Metode acting presentasi yakni, acting yang berusaha
menyajikan sikap dan tingkah laku manusia secara umum. Secara keseluruhan seni
akting mempertunjukkan kehidupan sehari-hari sebagaimana adanya yang kita
lihat.[3]
Kegiatan
berakting dipanggung sama seperti kegiatan kita sehari-hari misalnya kita
berbicara kepada orang tua, berbeda dengan kita berbicara terhadap kawan. sudah
terlihat bahwa kita melakukan akting tanpa kita sadari. Kamus besar bahasa
Indonesia mengartikan teater sebagai tempat pertunjukan sandiwara ,pementasan
drama. Tapi jika melihat yang sebenarnya teater itu tidak dapat dipisahkan dari
realita kehidupan. Karena teater adalah cermin dari kehidupan.
Teater
bukan hasil sebuah rekaman dan juga bisa ditayangkan kapan saja, karena teater
itu hidup dia memiliki bentuk, aroma dan teater bisa disentuh, walaupun
pementasan teater itu diulang dari hari kehari, tidak akan sama hasilnya
daripada yang sudah diulang yang lalu. Walaupun diperankan oleh orang yang
sama. Karena di dalam teater mengandung suatu konsep yaitu konsep demokrasi.
Disajikan dalam sebuah bingkai yang terbuka, semua pencinta teater dapat
memilih bebas teater seperti apa yang akan mereka tonton.
Karena
teater tidak ada unsur keterpaksaan, mau melihat dari aktornya, dari setting
panggung,kostum dan rias itu sesuai keinginan penonton. Karena teater tidak
mengenal otoriter karena semua adegan dipanggung bebas dipilih oleh penonton
sesuai selera masing-masing. Karena kehidupan yang ditampilkan teater kedalam
panggung, tidak jauh berbeda dengan kehidupan sehari-hari yang dijalankan.
Menurut
Nur sahid, telah diungkapkan bahwa teater adalah fenomena sosial, karena teater
mempresentasikan suatu situasi sosial,sehingga dapat dikatakan bahwa ia
merupakan kerangka sosial tertentu melibatkan para aktor sebagai integral.[4]
Teater tempat mencurahkan keinginan
orang-orang yang ada didalam lingkungannya. Tetaer menjunjung tinggi rasa
kebebasan terhadap pemilihnya. Karena
teater yang bermutu dapa menciptakan kepuasan yang bisa dirasakan penonton, dan
bisa mengajak penonton terlibat didalam masalah yang ada didalam cerita. Jika
berhasil mengajak penonton ikut merasakan berarti teater yang dimainkan itu
berhasil.
Sebuah pertunjukan teater tidak akan
dikatakan itu pertunjukan teater jika tidak memiliki unsur dari teater. Unsur
teater adalah naskah, sutradara, pemain dan penonton. Naskah lakon sebagaimana
karya sastra lain, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema,
plot, setting, dan tokoh.
Sutradara Di Indonesia penanggung jawab proses transformasi naskah lakon ke bentuk
pemanggungan adalah sutradara yang merupakan pimpinan utama kerja kolektif
sebuah teater. Pemain adalah alat untuk memeragakan tokoh yang akan diperankan.
Penonton Tujuan terakhir suatu
pementasan lakon adalah penonton. Respon
penonton atas lakon akan menjadi suatu respons melingkar,antara penonton dengan
pementasan.
Seorang aktor dpat dikatakan
aktingnya bagus seandainya, dialog yang diucapkan terdengar, jelas artikulasi
nya, dimengerti dan menghayati peran yang dimainkannya. Begitupun dengan
gerakan yang aktor itu mainkan terlihat dalam artian blokingnya baik, jelas
tidak ada keragu-raguan dan dapat dimengerti.
KESIMPULAN
Teater bukan hanya akting
Pertunjukan teater memiliki unsur-unsur
yang harus diperhatikan seperti, naskah, pemain, sutradara dan penonton. Naskah
Lakon pada dasarnya adalah karya sastra dengan media bahasa kata. Mementaskan
drama berdasarkan naskah drama berarti memindahkan karya seni dari media bahasa
kata ke media bahasa pentas. Pemain adalah alat untuk memeragakan tokoh. Tetapi
bukan sekedar alat yang harus tunduk kepada naskah. Sutradara yang merupakan
pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater. Pemain adalah alat untuk
memeragakan tokoh, tetapi bukan sekedar alat yang harus tunduk kepada naskah.
Seorang aktor harus melatih tubuhnya untuk dapat
menjadi instrument seni peran yang baik. Masa belajar seorang aktor adalah masa
yang panjang, dasar yang dihadapi seorang aktor pertama apakah dia dapat
menempatkan dirinya dalam tokoh yang hendak ia perankan, dan kedua dapatkah ia
mengkomunikasikan penghayatannya ini pada penonton melalui tubuh dan suarannya.
Menurut Torstov Seorang aktor wajib menghayati perannya secara batin, lalu
kemudian memberikan suatu badan lahiriah pada pengalamnnya ini.[5]
Telah kita ketahui bahwa awal mula
teater berasal dari kepercayaan nenek moyang terhadap ritus dan magi atau yang
dapat dipahami kepercayaan terhadap roh-roh dan benda sakral. Mereka percaya
terhadap hal seperti itu kemudian melaksanakan upacara-upacara dengan menirukan
gerak dan tingkah laku binatang. Unsur-unsur teater premitif didalamnya mulai
dari peniruan, tari dan topeng. Peniruan dilakukan sejak manusia masih
kanak-kanak, tari didalam teater memiliki unsur tari misalnya saat pemujaan
mereka menari berbagai macam tarian seperti tari ular. Topeng dalam pertunjukan
teater premitif menjadi bagian penting, digunakan untuk menyamar untuk
melakukan magi simpatik.
Ada satu zaman dimana Pada zaman
realisme yang lahir pada penghujung abad ke 19, dapat dijadikan landasan pacu
lahirnya seni teater modern. Dimana pada saat itu, Tidak ada lagi pamer
keindahan bentuk akting dan puitika kata-kata dalam Realisme. Semua ditampilkan
apa adanya seperti sebuah kenyataan kehidupan. Pementasan teater disajikan seolah
peristiwa itu terjadi secara nyata.
Teater
memiliki hubungan yang besar dengan masyarakat, karena teater adalah cerminan
dari kehidupan. Karena di dalam teater mengandung suatu konsep yaitu konsep
demokrasi. Menurut Nur sahid, telah diungkapkan bahwa teater adalah fenomena
sosial, karena teater mempresentasikan suatu situasi sosial,sehingga dapat
dikatakan bahwa ia merupakan kerangka sosial tertentu melibatkan para aktor
sebagai integral.[6]
Kita menyaksikan suatu pementasan teater dengan maksud untuk mengalami kembali
situasi-situasi sosial tertentu, baik itu menekan maupun mendesak diharapkan
kita bebas dari kondisi itu.
Teater
disajikan dalam sebuah bingkai yang terbuka, semua pencinta teater dapat
memilih bebas teater seperti apa yang akan mereka tonton. Karena teater tidak
ada unsur keterpaksaan, mau melihat dari aktornya, dari setting panggung,kostum
dan rias itu sesuai keinginan penonton. Teater bukan hasil sebuah rekaman dan
juga bisa ditayangkan kapan saja, karena teater itu hidup dia memiliki bentuk,
aroma dan teater bisa disentuh, walaupun pementasan teater itu diulang dari
hari kehari, tidak akan sama hasilnya daripada yang sudah diulang yang lalu.
Walaupun diperankan oleh orang yang sama.
Karena
teater tidak mengenal otoriter semua adegan dipanggung bebas dipilih oleh
penonton sesuai selera masing-masing. Karena kehidupan yang ditampilkan teater
kedalam panggung, tidak jauh berbeda dengan kehidupan sehari-hari yang
dijalankan. Teater menceritakan kisah dari kehidupan yang ada bermain secara
realita. Teater pun tidak hanya menggunakan bahasa verbal yang disampaikan
diatas pentas. Tetapi teater juga menggunakan bahasa non verbal dalam setiap
pertunjukan, bahasa non verbal itu bisa melalui simbol atau cahaya atau bahkan
warna. Baik dari mimik wajah, maupun dari gesture seorang tokoh yang sedang
bermain diatas panggung.
Dasar
dari teater adalah konflik, melibatkan karakter antar tokoh kisah cerita dan
kesimpulan akhir peristiwa. Cerita harus menghidupkan tokoh manusia yang
berlawanan yaitu tokoh protagonis dan antagonis. Ide prinsipil yang dimiliki
protagonis dilawan dengan antagonis sehingga timbul dramatik akting.
Di dalam teater tokoh yang bermain memiliki peran, peran tokoh sebagai berikut:
1.
Protagonis
: tokoh utama memiliki irama tragis & menggerakkan seluruh cerita
2.
Antagonis
: tokoh yang menentang protagonist, Deultragonis :
tokoh lain di pihak Protagonis
3.
Foil
: tokoh lian di pihak Antagonis.
4.
Raisoneur
: tokoh yang mewakili pikiran pengaran.
5.
Tritagonis : tokoh yang
dipercaya protagonis & antagonis.
6.
Utility : tokoh
pelengkap & rangkian cerita
Teater
itupun memiliki macam-macam karakter,
- Flat à tokoh yang lebih bersifat hitam –putih
- Round à tokoh yang sempurna kaya dengan pesan-pesan dramatic
- Caricatural à karakter tidak wajar, satiris & menyindiri
DAFTAR PUSTAKA
Yoyo,C.Durachman
“pengetahuan teater”, Bandung
:grasindo,1985/1986 ,p25
Suyatna anirun. Google
http/ pengertian acting menurut para ahli.com
Nur ,sahid. “sosiologi teater” , Yogyakarta : ISBN,2008,p.120.
Nur ,sahid. “sosiologi teater” , Yogyakarta :
ISBN,2008,p.120.
Torstov . “persiapan
seorang aktor Konstantin stanislaski”,Jakarta: PT DUNIA PUSTAKA JAYA.
1980,p,26.
www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=pengertian
acting&source=web&cd=4&cad=rja&sqi=2&ved=0CEwQFjAD&url=http%3A%2F%2Fsugank.com%2Fproduction%2Findex.php%2Fartikel%2F9-artikel-shoting%2F7-apa-itu-akting.html&ei=ftb0UKOyFYSmkwXvqYHYBg&usg=AFQjCNGvpiU3nosxXv-hvnfz9q8Qvj7OCQ&bvm=bv.41018144,d.dGI
. dikutip hari selasa 15-01-2013.
ditulis oleh: MELATI RAHMAN
No comments:
Post a Comment